Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Sepi

Sepi...                                                                  Cuitan burung yang bahkan tidak kuketahui jenisnya jelas terdengar. Lalu lalang kendaraan di depan rumah sudah menjadi soundtrack hidupku akhir-akhir ini. Sesekali ada satu dua lalat berseliweran di depanku. Terang saja, aku menulis sembari duduk dekat tempat sampah di rumahku. Pojok favoritku. Jangan tanya mengapa. Tidak banyak yang bisa kulakukan dalam satu hari. Setelah bangun pagi, merebus ubi atau menggoreng pisang untuk sarapan, merajang air untuk termos, tidak ada hal lain yang perlu kulakukan. Aku hanya tinggal menunggu jam untuk memasak makan siang, mandi, masak makan malam. Mencuci? Hal itu bisa kulakukan di hari sabtu atau minggu tanpa peluh. Ya, begitu menikah, aku dan suami membeli berbagai keperluan salah satunya mesin cuci. Aku tinggal memasukkan deterjen dan pewangi di tempatnya masing-masing, memasukkan pakaian kotor, menekan tombol lalu berleha-leha menunggu waktunya baju diangin-anginkan

BABI

Pernah ga siiiiih kamu mau minta tolong, alih-alih berkata tidak, orang yang kamu mintai tolong sengaja mengulur-ngulur waktu? Ga enak banget ya? Saat ini, kami hidup bertiga di rumah. Saya, Bapa dan voldemort alias step mother. Kami mandiri, tetapi biar bagaimanapun tetap ada hal-hal yang tidak dapat kami lakukan sendiri. Misalnya, kalau pegel ga bisa dong mijitin diri sendiri. Untuk itu, saya butuh bantuan orang lain. Ada seorang keponakan saya yang biasa saya minta tolong untuk mijitin. Biasanya, saya beri dia uang untuk menghargai usahanya, sekaligus mengajarkan bahwa untuk dapet duit tu, lu harus kerja. Saya juga tidak mau memanfaatkan dia dengan status tante, terus gratisan. Tidak, saya menghargai bantuannya. Hari ini, sepulang dari bertemu teman, saya ke rumahnya, pengen diurut sama keponakan ini. Uang sudah saya siapkan. Ada gado-gado juga. Sampai di rumahnya pukul 17.00 wita. Dia masih tidur, saya tungguin. 17.30 wita dia bangun. Karena baru bangun saya tidak la

KEMOCENG

KEMOCENG Siapa bilang untuk bahagia butuh banyak uang? Bahagia Cuma kalau bisa travelling kemana-mana, ke luar negeri, pamer-pamer relationship di sosmed, dipuja-puji, pencapaian di hari-harinya diapresiasi. Saya bahagia karena karena satu benda biasa ini, kemoceng. sumber : google pictures                 Kemarin, saya terhenyak dan langsung mencari dimana dompet saya. Bongkar sana, bongkar sini, ternyata dompetnya nemu di dalam tas sekolah. Saya memang sering lupa dimana menyimpan dompet karena jarang menggunakannya. Maklum, gaji UMR. Jadi silaturahmi dengan dompet dan ATM dikurangi sebisa mungkin.                 Hari itu saya kaget karena tiba-tiba teringat belum bayar arisan panci. Yawloooh, wanita muda kek diriku udah kayak emak-emak aja ya. Gubrak,gubrak,gubrak...JENG JENG JENG!! Ya kaaan.... Baranganya sudah saya terima terus mau main lupa aja dibayar iuran arisannya. Lupa buuu.... Begitu menemukan dompet, saya langsung berjalan kaki, hendak menuju ke ATM yang

PERLU DIJELASKAN?

S sumber : google picture Salah satu hal yang menggelitik di Indonesia adalah kita dituntut untuk menjelaskan pilihan hidup kita kepada orang lain. Padahal, mereka toh Cuma kepo dan tidak ada faedahnya juga. Tetapi ketakutan akan pendapat publik menekan kita untuk melakukannya. Nah, saya sedang berusaha untuk tidak mempedulikan hal tersebut. Seringkali dalam dunia kerja, relasi dengan keluarga besar, dan pertemanan, ketika terjadi suatu salah paham kita berusaha sekuat tenaga untuk mengklarifikasi atau menjelaskan segala hal yang kita lakukan, pilih dan putuskan. Padahal, pada kenyataannya, orang-orang yang ingin kita berikan penjelasan tidak terlalu mempedulikan proses hidup kita. Mereka hanya kepo. Hanya ingin tahu dan setelah itu ya udah. Tidak ada kontribusi apa-apa dalam kehidupan kita. Untuk itulah, saya sedang belajar untuk mengabaikan keinginan untuk mengklarifikasi, mejelaskan atau apa pun yang berkaitan dengan keingintahuan orang terhadap hidup atau kejadian d

Tantangan Wanita Kota Kecil

Jika ditanya, lebih susah mana, lajang , jadi wanita karir di kota besar atau kota kecil? Jawaban saya sudah pasti jadi wanita single di kota kecil. Ah, masa sih? Bukannya wanita lajang di kota kecil itu hidupnya gitu-gitu aja ya? Kurang berkontribusi pada dunia, kurang menantang, hidupnya lempeng-lempeng aja. Ya ampun, helaaawwww... Coba setahun aja situ tukar jiwa sama saya. Mungkin dikau akan menampar dirimu sendiri setelah tahu kenyataan di lapangan. Supaya kalian paham ya, tantangan wanita kota kecil itu seperti apa, saya coba pakai diri saya sebagai ilustrasi nyata ya. Nama saya Vany, usia 29 tahun, lajang, seorang pengajar sekolah dasar, gaji UMR. Saya sudah berpengalaman menjadi gadis perbatasan selama setahun, menjadi gadis metropolitan kurang lebih 6 tahun, dan sekarang kembali ke kota kelahiran saya karena idealisme. Semasa menjadi gadis kota, saya merasa hidup ini sangat mudah. Saya bisa meraih hal yang saya mau, saya hanya perlu memikirkan diri saya sendiri, se