Mengetahui banyak mengenai operasi terselubung sindikat jual diri para mahasiswa, menguak keunikan bangunan-bangunan di kota tua Surabaya, serta bersenang-senang dalam berbagai event telah menjadi bagian hidup yang sangat kusyukuri sebagai seorang jurnalis muda. Banyak hal yang tidak diketahui dan disadari orang banya telah kuungkap bersama beberapa teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi Univeristas Kristen Petra.
Panas terik, uang habis buat naik angkutan, gembira ria berpesta, mengantuk karena bosan, malu melihat mahasiswi yang menjual diri demi hidup, hari-hariku sebagai seorang jurnalis muda sungguh berwarna!
Awalnya, saya ingin menjadi seseorang yang berada di belakang layar sebuah produksi televisi. Selama 3 tahun berkuliah di Universitas Kristen Petra, Jurusan Ilmu Komunikasi, hatiku sudah mantap akan memilih penjurusan Broadcasting TV. Namun, entah mengapa 5 menit sebelum menghitamkan pilihan konsentrasi saya tergoda temanku untuk memilih jurusan Print and On-line Journalism.
Salah satu pertimbangan singkatku adalah masalah teknis bisa kupelajari sendiri, tetapi pemikiran seorang jurnalis tidak. Cara kerja dan pemikiran seorang jurnalis hanya bisa kuperoleh lewat berbagai tugas dan latihan yang akan diberikan pada saat kuliah nanti.
Setelah memasuki dunia jurnalistik, saya baru sadar ternyata menulis tidak semudah yang dibayangkan. Terutama menulis sebagai seorang jurnalis. Bisa saja saya menulis asal-asalan, yang penting jadi berita, tetapi ketika tulisan itu tidak sempurna dan matang dalam hal kelengkapan data dan unsur kemenarikannya kurang, hatiku merasa sangat gagal.
Dalam mata kuliah teknik penulisan berita investigasi, saya pernah merasa menjadi mahasiswa paling bodoh sedunia. Ketika anak-anak di fakultas lain tahu dengan jelas tugasnya apa dan tinggal mencari data lewat internet atau mempelajari rumus yang telah ada, saya duduk dengan otak yang berpikir keras dan bingung bagaimana caranya memperoleh informasi mengenai sindikat mahasiswi yang menjual diri sebagai sampingan.
Tidak hanya pusing bagaimana caranya memperoleh data (hal ini cukup sensitif dan posisiku sebagai wanita mempersulit pencarian data) uang sebesar Rp.300ribu rupiah pun harus melayang untuk membooking seorang mahasiswi Bispak (mahasiswi bisa pakai) hanya untuk mewawancarainya.
Tidak hanya itu, masih banyak pengalaman seru lainnya, seperti pengalaman seru saat hunting data di bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Melihat bangunan megah peninggalan penjajah yang begitu indah dan menyimpan keunikan, contohnya GPIB Immanuel yang di dalam gerejanya ada nisan dari seorang Belanda yang membangun gereja tersebut, kemudian saya juga berkesempatan melihat Adjie idol dari dekat, mewawancarai Dukut Imam Widodo (Penulis Soerabaia Tempoe Doloe), dan masih banyak pengalaman menarik yang saya alami. Selain dunia jurnalistik saya juga tertarik dengan fotografi. Dengan berbagai pengalaman untuk berkunjung kesana-kemari dalam mencari berita saya juga dapat mengembangkan hobi saya di bidang fotografi, terutama fotografi jurnalistik. Banyak sudah foto-foto berbau human interest yang kukumpulkan selama 1 tahun di jurusan ini.
Menjadi seorang jurnalis memang menyenangkan, asalnya itu memang sesuatu yang kita sukai. Apabila pembaca sekalian adalah penggemar travelling, maka menjadi seorang jurnalis mungkin merupakan profesi yang cocok untuk anda.
Panas terik, uang habis buat naik angkutan, gembira ria berpesta, mengantuk karena bosan, malu melihat mahasiswi yang menjual diri demi hidup, hari-hariku sebagai seorang jurnalis muda sungguh berwarna!
Awalnya, saya ingin menjadi seseorang yang berada di belakang layar sebuah produksi televisi. Selama 3 tahun berkuliah di Universitas Kristen Petra, Jurusan Ilmu Komunikasi, hatiku sudah mantap akan memilih penjurusan Broadcasting TV. Namun, entah mengapa 5 menit sebelum menghitamkan pilihan konsentrasi saya tergoda temanku untuk memilih jurusan Print and On-line Journalism.
Salah satu pertimbangan singkatku adalah masalah teknis bisa kupelajari sendiri, tetapi pemikiran seorang jurnalis tidak. Cara kerja dan pemikiran seorang jurnalis hanya bisa kuperoleh lewat berbagai tugas dan latihan yang akan diberikan pada saat kuliah nanti.
Setelah memasuki dunia jurnalistik, saya baru sadar ternyata menulis tidak semudah yang dibayangkan. Terutama menulis sebagai seorang jurnalis. Bisa saja saya menulis asal-asalan, yang penting jadi berita, tetapi ketika tulisan itu tidak sempurna dan matang dalam hal kelengkapan data dan unsur kemenarikannya kurang, hatiku merasa sangat gagal.
Dalam mata kuliah teknik penulisan berita investigasi, saya pernah merasa menjadi mahasiswa paling bodoh sedunia. Ketika anak-anak di fakultas lain tahu dengan jelas tugasnya apa dan tinggal mencari data lewat internet atau mempelajari rumus yang telah ada, saya duduk dengan otak yang berpikir keras dan bingung bagaimana caranya memperoleh informasi mengenai sindikat mahasiswi yang menjual diri sebagai sampingan.
Tidak hanya pusing bagaimana caranya memperoleh data (hal ini cukup sensitif dan posisiku sebagai wanita mempersulit pencarian data) uang sebesar Rp.300ribu rupiah pun harus melayang untuk membooking seorang mahasiswi Bispak (mahasiswi bisa pakai) hanya untuk mewawancarainya.
Tidak hanya itu, masih banyak pengalaman seru lainnya, seperti pengalaman seru saat hunting data di bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Melihat bangunan megah peninggalan penjajah yang begitu indah dan menyimpan keunikan, contohnya GPIB Immanuel yang di dalam gerejanya ada nisan dari seorang Belanda yang membangun gereja tersebut, kemudian saya juga berkesempatan melihat Adjie idol dari dekat, mewawancarai Dukut Imam Widodo (Penulis Soerabaia Tempoe Doloe), dan masih banyak pengalaman menarik yang saya alami. Selain dunia jurnalistik saya juga tertarik dengan fotografi. Dengan berbagai pengalaman untuk berkunjung kesana-kemari dalam mencari berita saya juga dapat mengembangkan hobi saya di bidang fotografi, terutama fotografi jurnalistik. Banyak sudah foto-foto berbau human interest yang kukumpulkan selama 1 tahun di jurusan ini.
Menjadi seorang jurnalis memang menyenangkan, asalnya itu memang sesuatu yang kita sukai. Apabila pembaca sekalian adalah penggemar travelling, maka menjadi seorang jurnalis mungkin merupakan profesi yang cocok untuk anda.
Comments
Post a Comment