Oleh: Agriani Stevany Kadiwanu
“Hey teman! Hampir 2 tahun sejak kita datang dari Pabrik, tapi belum pernah berjalan-jalan di pulau ini. Lihat, tubuhku penuh dengan debu dan.... ewh! Seekor laba-laba merambat di tubuhku!”
“Kau ini mengeluh terus, sudahlah, pasrah saja. Kau lihat saja keadaan kita sekarang. Bagaimana mungkin kita bisa jalan-jalan, kalau kita terjebak di ruangan terkunci ini dan bertumpukan dengan teman-teman lainnya. Bernafas pun sulit!”
Ini hayalanku akan obrolan buku-buku di perpustakaan SD GMIST Sion Enggohe kala belum diaktifkan. Setumpuk buku-buku bagus yang tercampur aduk, tidak ada klasifikasi, masih terlihat baru tak tersentuh, terkunci dalam suatu ruangan yang begitu luas. Lantai ruangan merindukan dijejaki kaki mungil murid SD ini. Buku-buku haus akan sentuhan dan tatapan ingin tahu anak-anak. dan pintunya, ia terus menunggu seseorang membukanya. Bukan untuk menyimpan barang di dalam perut ruangan, tetapi untuk bertemu dengan teman-teman bukunya. Aku mendengar panggilan mereka, kurasakan kerinduan mereka. Okay buddy! We will try our best!
“hai, buku-buku! Apa kabar? Hari ini kalian akan berkumpul dengan keluarga kalian!”
Semua buku kuturunkan dari tempat mereka berdesakan dan bercampur aduk. Dipilah-pilah, dikelompokkan dengan saudara-saudara sejenisnya.
“Hey, ensiklopedia biologi! Itu saudara-saudaramu!” kuantar dia ke tempat yang sudah kusediakan khusus bagi Klan Ensiklopedia. Mereka bersama-sama dan berjajar manis disitu.
“Hey, cerita rakyat Kalimantan! Keluargamu menunggu di pojok sana! Mari kuantarkan ke Keluargamu, Klan Fiksi!”
Hal yang sama kulakukan kepada Klan buku lainnya. Kuantarkan mereka satu-persatu agar dapat bergabung dengan keluarganya. Ada Klan Islami, Klan Antariksa, Klan Pengembangan Diri, dan Klan IPTEK dan Alam sekitar. Mereka semua terlihat bahagia dapat bersama. Rumah setiap Klan kuberi patok pembatas yang jelas. Tentu saja agar tidak terjadi masalah sengketa tanah. Pembatasnya sederhana, hanya sebongkah batu yang dibungkus plastik warna-warni. Di pojok lemari dekat pintu, ada satu areal parkir yang kusediakan buat buku-buku yang keluar masuk pintu perpustakaan. Namanya, Tempat Pengembalian Buku. Setiap buku yang berjalan-jalan bersama seorang murid SD GMIST Sion Enggohe, sebelum kembali ke rumahnya harus singgah disitu dulu. Hal ini agar buku-buku itu tidak tersesat di rumah Klan yang lain. Tempat Pengembalian Buku itu juga ku beri areal khusus buat tiap klan.
“Okay teman, aku rasa kalian sudah siap bertemu anak-anak kecil yang mencintai kalian.”
Pintu perpustakaan SD GMIST Sion Enggohe menderit gembira ketika kubuka dan dimasuki oleh murid-muridku. Lantai perpustakaan berdecit senang ketika sepatu-sepatu mungil bergesekan di atasnya. Dan yang paling berbahagia adalah buku-buku yang terambil dari rumahnya dan dibawa pulang oleh anak-anak ke rumah mereka. Akhirnya mereka bisa berjalan-jalan di ruang kelas, halaman sekolah, di jalan kampung, bahkan rumah-rumah murid. I can see they are smiling.
Semakin hari, perpustakaan semakin ramai. Anak-anak semakin haus akan membaca, aku sempat kewalahan melayani administrasi peminjaman buku di sekolah. Suatu kali, sempat kuhabiskan waktu bercengkerama dengan Buku Peminjaman. Kami ngobrol tentang hubungan antara anak-anak dan buku-buku.
“Hai Buku Peminjaman! Kau ingat tidak kejadian anak kelas 1 meminjam buku?”
“ohohohoho... Bagaimana mungkin aku lupa. Kejadian itu lucu sekali!”
“Benar sekali. Seperti biasa, ketika diumumkan bahwa perpustakaan dibuka, anak-anak selalu berbondong-bondong datang. Pada suatu kali anak kelas 1 yang baru saja masuk sekolah dan belum bisa membaca juga ikut dalam kumpulan itu. Mereka ingin meminjam buku! Bisa kau bayangkan? Bagaimana mungkin anak kelas 1 yang belum bisa membaca dan masih berusaha mengenal huruf ingin meminjam buku? Dia bahkan mengambil buku dari Klan Ensiklopedia. Dia mengambil si Ensiklopedia Tanaman Buah.”
“Yup, benar sekali. Tapi bukankah itu artinya anak-anak sekarang jadi cinta buku? Aku rasa itu hal yang bagus.”
“Yah, benar sih. Ngomong-ngomong, hubungan antara buku dan anak ternyata jadi seperti simbiosis mutualisme loh. Mereka saling menguntungkan. Ada beberapa anak yang belum terlalu lancar membaca, sekarang jadi lancar sekali membaca. Awalnya, ketika disuruh membaca judul buku yang mau dipinjam untuk data, mereka membaca dengan terbata-bata. Sekarang, mereka dengan cepat menjawab!”
“Betul. Aku akui itu. Hal itu sangat baik aku rasa. Oh ya, apa kau tahu buku apa yang paling populer di kalangan anak-anak SD GMIST Sion Enggohe?”
“Tentu saja aku tahu! Mereka paling banyak mengambil buku dari Klan Ensiklopedia dan Klan IPTEK dan alam Sekitar. Dari Klan IPTEK dan alam sekitar, mereka sering sekali mengambil buku-buku hewan.”
“Yah, betul. Aku heran loh. Sewaktu aku kecil, aku lebih tertarik dengan buku dari Klan Fiksi. Semua yang berbau imajinasi, bergambar, dan berwarna-warni. Tetapi anak-anak ini beda. Mereka haus akan pengetahuan.”
“mereka memang berbeda. Mereka punya rasa ingin tahu yang tinggi. Ngomong-ngomong, sudah waktunya jam pelajaran. Aku rasa kita harus kembali ke tugas masing-masing.”
Waktu berlalu, perpustakaan selalu ramai. Buku-buku semakin bahagia. Tak ada lagi keluhan tentang sepinya dunia mereka. Buku-buku telah mejadi sosialita di Pulau Enggohe. Khususnya di kalangan pergaulan anak-anak. Dan ternyata ada juga loh orang tua yang ikut membaca buku yang dibawa pulang anaknya
Comments
Post a Comment