Pernah tidak kalian merasa yakin akan sesuatu tanpa tahu mengapa?
Berbagai hal atau pikiran buruk mungkin datang, tetapi jauh di lubuk hati, kalian tahu bahwa ‘itu sudah’ tidak mungkin yang lain. Yakin 100%!
Saya sedang merasakan hal tersebut saat ini, dalam beberapa aspek. Namun, saya yakin hal yang paling seru dibahas sepanjang masa adalah masalah percintaan. Suit suiiiitttt….
Saya memiliki kebiasaan untuk mencoba melupakan orang yang disukai dengan menyukai orang lain. Beberapa waktu lalu, saya sempat mengunggah sebuah status yang punya makna lain dibaliknya:
“Karena bajunya terlalu mahal, terpaksa beli obralan. Ujung-ujungnya, banyak mengeluh. Mending nabung aja buat beli baju yang disukai.”
Sebenarnya, saya tidak sedang berbicara tentang baju dalam arti yang sebenarnya. Saya sedang berbicara tentang perasaan saya dan tingkah laku saya sendiri.
Sudah 2 tahun ini, saya menyukai orang yang sama. Orang yang menyenangkan sekaligus menyebalkan. Mungkin lagu yang cocok untuk situasi ini adalah lagunya Tulus yang judulnya “Mengagumi dari Jauh”, khususnya liriknya yang ini:
Tingkahmu, gayamu, kemasan raga
Tanpa kau sadari aku salami
Bukan tak percaya diri
Tapi aku tahu diri
Ih, sedih kali ya lagunya? Hahaha… Tapi poinnya adalah, tanpa disadari oleh orang itu (atau mungkin dia sadari, ga tahu deh, ga peduli), saya mengerti. Bukan sengaja atau bertingkah ala stalker yang mengawasi gerak-geriknya. Tidak. Beberapa peristiwa, pertemuan dan perbincangan membuat saya mengerti. Mungkin karena sudah sifat dan keahlian saya memperhatikan gerak-gerik orang kali ya? Saya tahu apa yang ada di kepalanya hanya dengan memperhatikan raut muka atau mendengarkan kalimat yang didengarnya. Saya tahu kapan ia sedang sibuk, dan kapan dia sedang sok sibuk. Saya mengerti apakah dia sedang memberikan perhatian penuh, capek atau jiwanya di tempat lain. Saya rasa cukup yah deskripsinya. Kalau diteruskan rasanya kok mengerikan. Tapi itulah saya. Suka mengamati, atau lebih tepatnya terbiasa mengamati.
Beberapa kali saya berusaha untuk mengatakan pada diri saya sendiri bahwa, bukan dia yang seharusnya saya sukai. Banyak cara saya lakukan. Memutuskan komunikasi untuk waktu yang lama (tidak berhasil) sampai mencoba menyukai orang lain (ujung-ujungnya mengeluh). Jadi kesimpulannya, saya sudah yakin 100% bahwa ia memang orang yang saya sukai. Tidak perlu lagi coba-coba sok suka orang lain, tidak perlu coba-coba sok cool, tidak perlu pura-pura ga suka.
600 detik, waktu yang cukup untuk membuat saya merasa bahagia hanya dengan mendengarkannya berbicara. Apa saja. Bahkan saat ia menceritakan hal yang membuat saya berpikir ‘Apa sih ini?’ it’s okay. Ceileeee….
Suatu kali saya memperhatikannya sedang berbicara dengan seseorang dengan penuh semangat. Hanya dengan melihat itu, saya merasa senang loh. Bahkan sempat ada kalimat yang terlintas dalam pikiran ‘Saya suka orang ini’
Gila ga? Hahaha…
Saya percaya apa yang diungkapkan k Sandra dalam bukunya “Hawa” yang berjudul Hakekat Berpasangan, bahwa seperti halnya sandal yang diciptakan sepasang dan saling melengkapi, begitu pula manusia.
Jika ada sepasang manusia yang keberadaannya saling melengkapi, meski terpisah, hilang sebelah, atau terselip di suatu tempat, pada akhirnya ia hanya akan berfungsi baik dan nyaman saat bersama pasangannya. Tapi ada juga yang kadang karena uda malas nyari pasangan sendalnya terselip di mana akhirnya membeli sandal yang baru atau mungkin karena pakainya hanya di rumah, disandingkan dengan sandal yang lain. Bisa sih dipakai, bisa diacuhkan nyaman tidaknya, tapi apakah itu sudah hakikatnya? Mungkin yang pakai juga bisa saja tidak peduli. Yah, semuanya kembali ke pribadi masing-masing.
Sandal oh sandal! Taukah kamu kalau dalam lubuk hati ini, kamu tuh sandal sebelah kanan, saya sebelah kiri. Kalau kata Colbie Calliat:
Take time to realize that I am on yourside
Didn’t I, Didn’t I tell you
….
If you just realize what I just realize
We could be perfect for each other and we’ll never find another
Saya tidak berani mengatakan bahwa dia itu seseorang yang tepat buat saya, karena saya tidak tahu juga. Tetapi, dari apa yang saya perhatikan sepertinya demikian. Dia memiliki semua kualitas yang saya harapkan. Terutama cinta Tuhannya yaa…
Tapi kan, saya tidak tahu apakah saya orang yang tepat buat dia atau tidak.
Intinya, nyantai aja, lakukan seperti biasa. Jadi diri sendiri, dan relakaaan…wkwkwk
Comments
Post a Comment