Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senyum pun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu juga susah dilupakan
Oh, Kubahagia
-Sherina
Natal ke dua, sore ini, kuputuskan untuk menyingkirkan rasa malas dan beranjak ke kamar mandi. Bersiap untuk mengunjungi sanak saudara dan memberi hidung sebagai salam natal. Yah, tradisi ‘pigi ciom idung’ ke rumah sanak saudara perlu dilakukan pada momentum seperti ini.
Semua siap, kemana tujuanku? Yang terpikir hanya ke dua tempat, sebab tempat lain sudah kukunjungi kemarin siang. Baiklah, kuhidupkan starter sepeda motor baruku. Motor yang entah sudah berapa lama tidak kucuci. Toh akan kotor lagi.
Kutancap gas, menuju rumah Oma di Matawai. Baru 5 menit berjalan, lampu merah menghentikanku. Tepat di depanku ada sebuah truk kuning bermuatan sisa-sisa rumah tangga. Tetapi bukan tumpukan itu yang menarik perhatianku, bukan juga aromanya.
Mereka, seorang ayah berpakaian lusuh bersama dua orang putrinya yang berambut panjang, yang duduk diantara muatan truk kuning. Seolah baru melihat kota, sang anak dengan bahagia melihat ke kiri dan ke kanan. Menunjuk sekitarnya dan tersenyum bahagia. Sang ayah merangkulnya, berusaha agar sang anak tidak terjatuh akibat getaran truk. Tak sedikit pun mereka terlihat tergangu dengan aroma muatan truk.
Teringat kembali tema natal gereja, Thank God for My Family.
Bahagia itu, memiliki keluarga yang saling mengasihi meski hidup dalam keterbatasan.
Bahagia itu ketika kita merasa aman dalam rangkulan orangtua tanpa peduli apakah kita sedang berada di truk sampah atau mobil mewah.
Dalam hatiku terbersit kenangan masa kecil saat bersama Bapa dan mendiang Mama.
Kami mungkin tinggal dalam sebuah gubuk, tetapi masa itu adalah masa yang paling kurindukan.
Kami mungkin hanya menonton TVRI, namun suasana ruang TV itu selalu kurindukan.
Kami mungkin hanya makan ikan goreng dan daun ubi tumbuk, tetapi saat duduk bersama dan berdoa di meja makan selalu kurindukan.
Kami mungkin sering berjalan kaki atau mencuci di sungai, tetapi kenangan itu adalah kenangan yang paling berarti.
Aku tak butuh mobil, aku tak perlu rumah besar, aku tak peduli kita makan apa, yang kuinginkan adalah ‘rumah’.
Betapa bahagianya kedua putri yang dirangkul ayahnya di belakang truk kuning itu.
Comments
Post a Comment