Sepi... Cuitan burung yang bahkan tidak kuketahui jenisnya jelas terdengar. Lalu lalang kendaraan di depan rumah sudah menjadi soundtrack hidupku akhir-akhir ini. Sesekali ada satu dua lalat berseliweran di depanku. Terang saja, aku menulis sembari duduk dekat tempat sampah di rumahku. Pojok favoritku. Jangan tanya mengapa. Tidak banyak yang bisa kulakukan dalam satu hari. Setelah bangun pagi, merebus ubi atau menggoreng pisang untuk sarapan, merajang air untuk termos, tidak ada hal lain yang perlu kulakukan. Aku hanya tinggal menunggu jam untuk memasak makan siang, mandi, masak makan malam. Mencuci? Hal itu bisa kulakukan di hari sabtu atau minggu tanpa peluh. Ya, begitu menikah, aku dan suami membeli berbagai keperluan salah satunya mesin cuci. Aku tinggal memasukkan deterjen dan pewangi di tempatnya masing-masing, memasukkan pakaian kotor, menekan tombol lalu berleha-leha menunggu waktunya baju diangin-anginkan
Pernah ga siiiiih kamu mau minta tolong, alih-alih berkata tidak, orang yang kamu mintai tolong sengaja mengulur-ngulur waktu? Ga enak banget ya? Saat ini, kami hidup bertiga di rumah. Saya, Bapa dan voldemort alias step mother. Kami mandiri, tetapi biar bagaimanapun tetap ada hal-hal yang tidak dapat kami lakukan sendiri. Misalnya, kalau pegel ga bisa dong mijitin diri sendiri. Untuk itu, saya butuh bantuan orang lain. Ada seorang keponakan saya yang biasa saya minta tolong untuk mijitin. Biasanya, saya beri dia uang untuk menghargai usahanya, sekaligus mengajarkan bahwa untuk dapet duit tu, lu harus kerja. Saya juga tidak mau memanfaatkan dia dengan status tante, terus gratisan. Tidak, saya menghargai bantuannya. Hari ini, sepulang dari bertemu teman, saya ke rumahnya, pengen diurut sama keponakan ini. Uang sudah saya siapkan. Ada gado-gado juga. Sampai di rumahnya pukul 17.00 wita. Dia masih tidur, saya tungguin. 17.30 wita dia bangun. Karena baru bangun saya tidak la