Dia dihadapkan pada pilihan yang sulit. Membiarkan anaknya tergilas roda jembatan, atau membiarkan seluruh penumpang kereta api meninggal karena kecelakaan di jembatan tersebut. Sebuah kisah nyata yang menyentuh hati dan mengingatkan kita pada kasih Bapa.
Seorang ayah memiliki anak laki-laki tunggal yang sangat dikasihinya. Anaknya bagaikan matahari yang selalu menyinari hari-harinya, bagaikan pelangi yang mewarnai harinya, dan bagaikan detak jantung yang memberinya kehidupan. Sang ayah bekerja sebagai bridgemaster di rel kereta api.
Di tempat lain, di dalam sebuah kereta api, sebagian besar penumpangnya adalah mereka yang tak berpengharapan, layu, kering, dan hancur. Beberapa diantaranya memendam kemarahan, memiliki kesombongan, ketergantungan obat, putus asa, dan lain sebagainya.
Si ayah saat itu sedang menjaga rel, kalau-kalau rel tersebut perlu dinaikkan apabila ada kapal yang melintas. Sang anak sedang memancing di danau yang terlihat dari jendela tempat sang ayah bekerja. Tiba-tiba ada kapal yang hendak melintasi jembatan rel. Sang ayah akhirnya menaikkan jembatan rel tersebut. Tanpa disadarinya, ada kereta api yang melaju dengan cepat menuju jembatan rel tersebut. Waktunya tidak akan cukup apabila ia tidak segera menurunkan jembatan itu. Sang anak yang menyadari kedatangan kereta api tersebut berteriak memperingatkan ayahnya.
“Ayah! Ada kereta api melaju dengan cepat!” berkali-kali ia berteriak, namun ayahnya tak mendengar suaranya.
Beberapa saat kemudian, sang ayah menyadari kedatangan kereta api tersebut. Ia sempat menoleh ke arah danau dan tak melihat anaknya disana. Ketika ia memalingkan wajahnya ke arah rel, dilihatnya sang anak sedang berusaha menurunkan jembatan. Ia berniat menekan tuas cadangan yang ada tepat di bawah jembatan. Tapi karena tangannya tak sampai, ia akhirnya terjatuh ke dalam lubang tempat tuas tersebut dan tubuhnya tersangkut dalam roda penggerak jembatan.
Sang ayah sangat panik. Apabila ia menekan tuas untuk menurunkan jembatan, maka anaknya akan tergiling dalam roda tersebut dan mati. Namun jika ia membiarkan jembatan itu, maka seluruh penumpang akan mati. Hatinya berkecamuk, air matanya tak terbendung, ia dihadapkan pada suatu pilihan yang sulit. Tangannya tak mampu menarik tuas jembatan.
Akhirnya…
Ditutupnya kedua matanya, dan dengan derai air mata dan rasa frustasi ia menekan tuas itu. Dan saat itu roda jembatan mulai berputar.
Orang-orang dalam kereta api tidak tahu apa yang telah terjadi. Mereka hanya melihat seorang bapak sedang menangis menggendong anaknya. Mereka tak menyadari bahwa mereka telah memperoleh keselamatan. Mereka yang tak layak, telah selamat karena sang ayah telah mengorbankan anaknya yang tunggal.
All for love The Father gave. For anly love can make a change. For the love, the heavens cried. For love was crucified.
Dituliskan berdasarkan video yang disaksikan di FB. So, inspiring T.T
jika ingin melihat videonya klik disini
Comments
Post a Comment