Jam digital di HP-ku menunjukkan pukul 08.04. Telat!
Entah mengapa, sejak Journalism Clinic usai badanku terasa sangat letih. Seharusnya ini wajar, tetapi menjadi tidak wajar karena rasa letih ini telah bersarang di tubuhku selama lebih dari satu minggu. Akibatnya, susah kumemaksa mataku untuk melek di pagi hari. Padahal, hampir setiap hari kuliahku mulai pukul 07.30 WIB. Aku tak tahu sudah berapa banyak absen yang kosong. Mau bagaimana lagi?
Pagi ini, Rabu 13 Mei 2009, aku punya jadwal kuliah Sejarah Pers. Dosenku adalah Bapak Wolly Baktiono, seorang senior di bidang jurnalistik yang kutekuni di bangku kuliah sekarang. Ia punya reputasi tidak mengajar tepat pukul 07.30 WIB. Ia selalu datang pukul 08.00 WIB. Dengan latar belakang tersebut, temen-teman sekelasku - kami hanya berjumlah 15 orang - selalu datang pada pukul 08.00 WIB. Pak Wolly, begitu kami menyapanya, tidak terlalu kaku pada masalah ketepatan waktu. Hal ini sangat menguntungkan bagi mahasiswa yang selalu telat bangun seperti saya. Oleh karena itu pula, anak-anak sekelas - tidak terkecuali saya menjadi 'Nakal' dalam hal masuk kuliahnya.
Salah satu contoh 'Nakal' hari ini, aku sudah telat dan takut membuat bapaknya merasa tidak dihargai. Aku baru sampai di kampus pukul 08.15 WIB. Tetapi begitu kujejakkan kaki di selasar C - gedung Fakultas Ilmu Komunikasi - aku masih melihat dua orang teman sekelasku duduk-duduk dan ngobrol dengan temannya. Ketika aku menanyakan kepada salah satu dari mereka apakah ia tidak mau naik sekarang - kelas kami di lantai 2 - , jawabnya, " Ntar aja." Aku pun segera naik, takut Pak Wolly sudah memulai kuliahnya.
Begitu aku memasuki ruang kelas yang sebenarnya ruang Laboratorium Media. Yang kudapati hanya 29 unit komputer kosong dan hanya 1 meja yang sudah ditempati salah satu temanku sementara Pak Wolly sedang menuliskan poin-poin yang akan dibahas hari ini.
Baru dua minggu yang lalu Jurusan Jurnalistik Cetak dan On-line mengadakan acara Journalism Clinic yang mengangkat tema Wake Up Young Generations!. Tema tersebut diangkat dari fenomena bahwa anak SMA sekarang, istilah kasarnya, malas-malas. Tetapi faktanya, tidak jauh berbeda dengan mahasiswa. 15 menit kemudian barulah satu-persatu temanku memasuki ruang kelas. Tak kubayangkan bagaimana perasaan Pak Wolly. Dia terlihat cuek saja, tetapi aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Setelah berkisah mengenai Pers di masa lampau selama setengah jam. Kuliah pun usai. Semoga kuliah-kuliah selanjutnya tidak seperti ini lagi.
Pagi ini, Rabu 13 Mei 2009, aku punya jadwal kuliah Sejarah Pers. Dosenku adalah Bapak Wolly Baktiono, seorang senior di bidang jurnalistik yang kutekuni di bangku kuliah sekarang. Ia punya reputasi tidak mengajar tepat pukul 07.30 WIB. Ia selalu datang pukul 08.00 WIB. Dengan latar belakang tersebut, temen-teman sekelasku - kami hanya berjumlah 15 orang - selalu datang pada pukul 08.00 WIB. Pak Wolly, begitu kami menyapanya, tidak terlalu kaku pada masalah ketepatan waktu. Hal ini sangat menguntungkan bagi mahasiswa yang selalu telat bangun seperti saya. Oleh karena itu pula, anak-anak sekelas - tidak terkecuali saya menjadi 'Nakal' dalam hal masuk kuliahnya.
Salah satu contoh 'Nakal' hari ini, aku sudah telat dan takut membuat bapaknya merasa tidak dihargai. Aku baru sampai di kampus pukul 08.15 WIB. Tetapi begitu kujejakkan kaki di selasar C - gedung Fakultas Ilmu Komunikasi - aku masih melihat dua orang teman sekelasku duduk-duduk dan ngobrol dengan temannya. Ketika aku menanyakan kepada salah satu dari mereka apakah ia tidak mau naik sekarang - kelas kami di lantai 2 - , jawabnya, " Ntar aja." Aku pun segera naik, takut Pak Wolly sudah memulai kuliahnya.
Begitu aku memasuki ruang kelas yang sebenarnya ruang Laboratorium Media. Yang kudapati hanya 29 unit komputer kosong dan hanya 1 meja yang sudah ditempati salah satu temanku sementara Pak Wolly sedang menuliskan poin-poin yang akan dibahas hari ini.
Baru dua minggu yang lalu Jurusan Jurnalistik Cetak dan On-line mengadakan acara Journalism Clinic yang mengangkat tema Wake Up Young Generations!. Tema tersebut diangkat dari fenomena bahwa anak SMA sekarang, istilah kasarnya, malas-malas. Tetapi faktanya, tidak jauh berbeda dengan mahasiswa. 15 menit kemudian barulah satu-persatu temanku memasuki ruang kelas. Tak kubayangkan bagaimana perasaan Pak Wolly. Dia terlihat cuek saja, tetapi aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Setelah berkisah mengenai Pers di masa lampau selama setengah jam. Kuliah pun usai. Semoga kuliah-kuliah selanjutnya tidak seperti ini lagi.
Comments
Post a Comment