Sial!
Ya. Minggu ini bintangku sepertinya meredup. Beberapa hal menyebalkan terjadi dalam minggu ini.
Pertama, teman saya datang dari Surabaya. Ia menginap di Jakarta Selatan. Untuk memenuhi permintaannya, saya, yang tinggal di Kelapa Gading, Jakarta Utara menyanggupi untuk bertemu dan menginap. Padahal saya bekerja dan masuk tiap jam 7 pagi. Pikirku saat itu, tak apalah, cuma sekali ini. Teman lebih penting.
Berdasarkan rencana kami akan bertemu di Shelter Setiabudi, berganti ke Setiabudi Building, ganti lagi ke Senayan City. Hari kerja, jalanan macet, saya penumpang setia busway dan angkutan umum lainnya. Jalan macet, saya menempuh perjalanan dari jam 5 sore dan tiba pukul 7.30 malam di Shelter dukuh atas dua. Saat berjalan kaki menuhu shelter dukuh atas 1, sepatu sandal kesayangan saya putus. Tidak ada cadangan. Jadi bayangkan saja saya nyeker sambil pegang sandal dari dukuh atas 1 sampai shelter Bundaran Senayan. Belum selesai. Menuju Senayan City, saya masih harus berjalan sekitar 200 meter, nyeker, diliatin orang banyak. Sampai di STC, saya berhenti. Saya tidak mungkin masuk mal dengan keadaan seperti itu, SENDIRIAN.
Saya pun mengontak teman saya tersebut untuk menjemput saya di STC. Paling tidak saya tak malu masuk sendirian. Sampai di dalam baru saya beli sandal baru.
"Aku lagi potong rambut sama Sela, kamu coba hubungi Agung aja."
Agung dihubungi tak bisa. Sms lagi ke teman tadi.
"Agungnya ga bisa Van. Ya udahlah, cuek aja. Kita di lantai 4."
Kecewa. Mereka tidak memikirkan betapa malunya saya sepanjang jalan tad. Oke saya tahu rambutnya lagi dipotong, paling tidak mereka bisa bilang, "Sorry Van, tunggu ya. Selesai dipotong, kami turun."
Ini apa, tidak ada balasan. Balasan terakhir adalah meminta saya naik sendiri. Saya tidak memikirkan lagi 3 jam yang saya lewatkan di jalan dan malunya nyeker sepanjang jalan dan di busway. Saya menyetop taxy dan menuju ke Setiabudi, kos temanku Melati. Sampai di kosannya, saya cuma bisa nangis. Kenapa? Karena saya merasa dikecewakan. Saya bekerja di sebuah sekolah internasional yang jadwal kerjanya padat. Ketika saya menyanggupi untuk keluar di hari kerja, artinya saya menyisihkan waktu saya untuk mereka. Saya sudah menyisihkan pekerjaan, jadwal mengisi formulir beasiswa dengan bapa untuk adik saya, tapi yang saya dapat seperti itu. Yah, kita tidak bisa berharap orang akan berpikir sama dengan kita. Saya tahu. Untuk itu, saya memilih pulang kosan dan istirahat.
Hal berikutnya, hari ini, Sabtu yang seharusnya libur diadakan kelas tambahan. Hanya saya yang tidak dapat makan siang. Mereka tidak mencantumkan nama saya. This is not about the thing or goods, this is about being forgotten. Sedih, pengen nangis.
Yah, itulah curcolan saya hari ini.
Comments
Post a Comment